
DARI GELAP MENUJU CAHAYA
ADAT KENINGRATAN JAWA

Sesungguhnya adat sopan santun kami orang Jawa amatlah rumit, adikku harus merangkak bila hendak berlalu di hadapanku. Kalau adikku duduk di kursi, saat aku berlalu , haruslah segera ia turun duduk di tanah, dengan menundukkan kepala sampai aku tidak kelihatan lagi. Adik-adikku tidak boleh ber-kamu dan ber-engkau kepadaku. Mereka hanya boleh menegur aku dengan bahasa kromo inggil (bahasa Jawa tingkat tinggi). Tiap kalimat yang diucapkan haruslah selalu diakhiri dengan sembah. Berdiri bulu kuduk, bila kita berada dalam lingkungan keluarga Bumiputera yang ningrat. Bercakap-cakap dengan orang yang lebih tinggi derajatnya harus perlahan-lahan, sehingga hanya orang yang di dekatnya sajalah yang dapat mendegarnya. Seorang gadis harus perlahan-lahan jalannya, langkahnya pendek-pendek, gerakannya lambat seperti siput, bila berjalan agak cepat dicaci orang disebut kuda liar
(surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899)